Wednesday, April 20, 2011

Mengenali Adat Nias Lebih Dekat Lagi

Nias

Suku Nias: Adat nias

Suku Nias adalah kelompok masyarakat yang hidup di pulau Nias। Dalam bahasa aslinya, orang Nias menamakan diri mereka 'Ono Niha' (Ono = anak/keturunan; Niha = manusia) dan pulau Nias sebagai 'Tanö Niha' (Tanö = tanah).
Suku Nias adalah masyarakat yang hidup dalam lingkungan adat dan kebudayaan yang masih tinggi। Hukum adat Nias secara umum disebut fondrakö yang mengatur segala segi kehidupan mulai dari kelahiran sampai kematian।
Kasta : Suku Nias mengenal sistem kasta(12 tingkatan Kasta)। Dimana tingkatan kasta yang tertinggi adalah 'Balugu'। Untuk mencapai tingkatan ini seseorang harus mampu melakukan pesta besar dengan mengundang ribuan orang dan menyembelih ribuan ekor ternak babi selama berhari-hari।
Masyarakat Nias kuno hidup dalam budaya megalitik dibuktikan oleh peninggalan sejarah berupa ukiran pada batu-batu besar yang masih ditemukan di wilayah pedalaman pulau ini sampai sekarangAsal Usul
Mitologi

Menurut masyarakat Nias, salah satu mitos asal usul suku Nias berasal dari sebuah pohon kehidupan yang disebut 'Sigaru Tora`a' yang terletak di sebuah tempat yang bernama 'Tetehöli Ana'a'। Menurut mitos tersebut di atas mengatakan kedatangan manusia pertama ke Pulau Nias dimulai pada zaman Raja Sirao yang memiliki 9 orang Putra yang disuruh keluar dari Tetehöli Ana'a karena memperebutkan Takhta Sirao। Ke 9 Putra itulah yang dianggap menjadi orang-orang pertama yang menginjakkan kaki di Pulau Nias।
Penelitian Arkeologi

Penelitian Arkeologi telah dilakukan di Pulau Nias sejak tahun 1999 dan hasilnya ada yang dimuat di Tempointeraktif, Sabtu 25 November 2006 dan di Kompas, Rabu 4 Oktober 2006 Rubrik Humaniora menemukan bahwa sudah ada manusia di Pulau Nias sejak 12।000 tahun silam yang bermigrasi dari daratan Asia ke Pulau Nias pada masa paleolitik, bahkan ada indikasi sejak 30।000 tahun lampau kata Prof। Harry Truman Simanjuntak dari Puslitbang Arkeologi Nasional dan LIPI Jakarta। Pada masa itu hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang kini menjadi negara yang disebut Vietnam।
Marga Nias

Berikut adalah marga-marga yang dipakai oleh Suku Nias। Orang Nias menggunakan nama marga mengikuti garis keturunan ayah:

Amazihönö

Baeha, Baene, Bate'e, Bawamenewi, Bawaniwa'ö, Bawö, Bali, Bohalima, Bu'ulölö, Buaya, Bunawölö, Bulu'aro, Bago, Bawaulu

Dachi, Dachi Halawa, Daeli, Dawölö, Dohare, Dohöna, Duha

Fau, Farasi, Finowa'a

Gaho, Garamba, Gea, Ge'e, Giawa, Gowasa, Gulö, Ganumba, Gaurifa, Gohae, Gori, GARI.
Halawa, Harefa, Haria, Harita, Hia, Hondrö, Hulu, Humendru, Hura

Lafau, Lahagu, Lahömi, La'ia, Laoli, Laowö, Larosa, Lase, Lawölö, Lo'i, Lömbu, lamolo.

Maduwu, Manaö, Mandrehe, Maru'ao, Maruhawa, Marulafau, Mendröfa, Mangaraja, Maruabaya, Möhö

Nazara, Ndraha, Ndruru, Nehe, Nakhe

Sadawa, Saoiagö, Sarumaha, Sihura, Sisökhi, Saota

Taföna'ö, Telaumbanua, Talunohi

Wau, Wakho, Waoma, Waruwu, Wehalö, Warasi

Zagötö, Zai, Zalukhu, Zamasi, Zamago, Zamili, Zandroto, Zebua, Zega, Zendratö, Zidomi, Ziliwu, Ziraluo, Zörömi, Zalögö

Suku Nias menerapkan sistem marga mengikuti garis ayah (patrilineal). Marga-marga umumnya berasal dari kampung-kampung pemukiman yang ada.




Khas Nias[ Makanan Khas]

Gowi Nihandro (Gowi Nitutu ; Ubi tumbuk)
Harinake (daging Babi cincang dengan cacahan yang tipis dan kecil-kecil)
Godo-godo (ubi / singkong yang diparut, dibentuk bulat-bulat kemudian direbus setelah matang di taburi dengan kelapa yang sudah di parut)
köfö-köfö(daging ikan yang dihancurkan, dibentuk bulat dan dijemur/dikeringkan/diasap)
Ni'owuru (daging babi yang sengaja diasinkan agar bisa bertahan lama)

Minuman

Tuo Nifarö (minuman yang berasal dari air sadapan pohon nira (dalam bahasa Nias 'Pohon Nira' = 'töla nakhe') yang telah diolah dengan cara penyulingan)


Budaya Nias

Lompat Batu
Tari Perang
Maena
Tari Moyo
Tari Mogaele
Sapaan Yaahowu

Dalam budaya Ono Niha terdapat cita-cita atau tujuan rohani hidup bersama yang termakna dalam salam “Ya’ahowu” (dalam terjemahan bebas bahasa Indonesia “semoga diberkati”)। Dari arti Ya’ahowu tersebut terkandung makna: memperhatikan kebahagiaan orang lain dan diharapkan diberkati oleh Yang Lebih Kuasa। Dengan kata lain Ya’ahowu menampilkan sikap-sikap: perhatian, tanggungjawab, rasa hormat, dan pengetahuan। Jika seseorang bersikap demikian, berarti orang tersebut memperhatikan perkembangan dan kebahagiaan orang lain : tidak hanya menonton, tanggap, dan bertanggungjawab akan kebutuhan orang lain (yang diucapkan : Selamat – Ya’ahowu), termasuk yang tidak terungkap, serta menghormatinya sebagai sesama manusia sebagaimana adanya। Jadi makna yang terkandung dalam “Ya’ahowu” tidak lain adalah persaudaraan (dalam damai) yang sungguh dibutuhkan sebagai wahana kebersamaan dalam pembangunan untuk pengembangan hidup bersama.

No comments:

Post a Comment

Berilah komentar yang bersifat membangun karena kritikan addalah awal dari kebenaran