Wednesday, April 20, 2011

Adat Nias (Fondobi Bawi)

Sedang melakukan "Taole Mbawi"Kekayaan budaya, khususnya adat atau tradisi masyarakat Nias tidak kalah dengan daerah-daerah lain di Nusantara. Budaya adat masyarakat Nias, tidak sekedar lompat batu, tari perang dan tari elang, yang sering diperlihatkan di media masa atau di acara-acara penyambutan tamu. Ada banyak pernik-pernik adat Nias pada sebuah peristiwa. Hal ini bisa dilihat misalnya pada peristiwa pernikahan. Dalam pernikahan selain tahap-tahap yang cukup njelimet kalau semua diikuti (ada banyak ketua-ketua adat sekarang yang mulai menyederhanakan), ada satu tata cara yang menarik untuk diperlihatkan, yaitu acara
“Taole mbawi”, yang dalam bahasa Indonesia lebih kurang berarti, “pemberian ikatan khusus pada punggung seekor babi”. Acara “Taole mbawi” hanya dapat disaksikan pada acara pernikahan dan di rumah mempelai laki-laki.
Makanlah sayang, ini enak lhoPernikahan dalam adat masyarakat Nias, yang disebut jujuran atau mas kawin adalah terdiri dari berapa ekor babi, berapa juta uang dan berapa karung beras. Jujuran ini bukan untuk menjadi harta keluarga perempuan atau harta awal dari keluarga penganten, semuanya adalah sebagai kebutuhan yang dipergunakan pada setiap tahap yang dilalui. Dari sekian ekor babi yang harus disediakan oleh keluarga mempelai pria, ada dua ekor yang ukurannya harus besar-besar. Satu ekor minimal, dalam bahasa Nias 8 alisi, atau kl 80 kg. sehingga kadang sangat sulit untuk mencari yang ukurannya sama persis dengan permintaan. Biasanya yang ukuran paling besar diperuntukkan bagi orang tua penganten perempuan dan lainnya untuk masyarakat desa, tempat keluarga perempuan berada. Ini hanya symbol, sebab ketika dua ekor babi ini di sembelih, maka yang terjadi adalah bahwa yang diperuntukkan bagi orang tua penganten dibelah dua, setengah bagian untuk orang tua penganten tetapi yang setengahnya lagi dikembalikan kepada penganten laki-laki. Sementara yang seekor lagi dibagi dua juga, setengah untuk masyarakat desa dan setengahnya lagi untuk semua family dari orang tua penganten perempuan.
Ayo, jangan malu-malu !Satu hari sebelum hari pernikahan, maka babi yang dua ekor ini harus tiba di rumah keluarga mempelai perempuan. Dan sebelum diberangkatkan dari rumah keluarga pria, dilakukan acara adat oleh ketua-ketua adat, dengan istilah “famofanõ mbawi nisõbi” atau pemberangkatan babi penganten. Dan sebelum diberangkatkan dilakukan acara “taole mbawi”. Cara taole mbawi adalah dengan melilitkan tali yang sudah dipersiapkan pada badan babi, dari ketiak sampai ke punggung babi dan menciptakan beberapa ikatan di punggung. Setelah itu babi di beri makan yang terdiri dari nasi dan sebutir telur rebus. Sebelum diberangkatkan maka salah seorang ketua adat memimpin doa. Baru setelah semua itu selesai babi sudah boleh diberangkan menuju ke rumah mempelai perempuan.
Susah pa, bu, nggak biasa menu ini !Ketika ditanya makna dari semua acara “taole mbawi” ini, tidak ada satu pun yang dapat menjelaskan pengertiannya secara masuk akal. Hanya dikatakan bahwa, “dari dulu sejak nenek moyang hal ini mereka telah lakukan, maka merupakan kesalahan kalau generasi sekarang tidak melakukannya.” Jadi peristiwa itu suatu tradisi yang turun temurun, dan semua takut “kena tulah” kalau tidak melakukannya. Tetapi ada juga yang mengatakan bahwa sebenarnya acara “taole mbawi” itu mengandung makna, untuk memperlihatkan perbedaan bahwa inilah jujuran babi yang paling besar di antara jujuran yang lain. Kalau babi nya besar maka suatu kebanggaan tersendiri bagi mempelai pria bahwa ia dapat memberi yang terbaik sebagai bukti kesungguhan hati untuk menikah dengan gadis pujaannya. Demikian pula sebaliknya, merupakan kebanggaan bagi keluarga mempelai perempuan bahwa ia dihargai dan dihormati oleh keluarga mempelai pria dan menambah status kewibawaan di tengah masyarakat desanya sendiri bahwa menantunya bukanlah orang biasa tetapi orang yang berkecukupan dan terpandang.
Oh, Gusti berkatilah acara ini sehingga salamat tiba di tujuan.Namun di sisi lain menarik juga diperhatikan, yaitu ketika unsur adat atau tradisi ini dipraktekkan ditengah-tengah masyarakat Nias ternyata unsur agama juga turut dilibatkan di dalamnya. Paling tidak sebelum atau sesudah acara adat itu, dilakukan acara nyanyi dan doa bahkan kadang di selingi juga dengan pemberitaan firman Tuhan. Fenomena ini memang khas sebab di sini sangat jelas terlihat bertemunya adat dan agama. Atau memang tanpa disadari bahwa “sinkritisasi” terjadi dalam kehidupan masyarakat Nias setiap saat ?

No comments:

Post a Comment

Berilah komentar yang bersifat membangun karena kritikan addalah awal dari kebenaran